Wednesday, January 30
Perilaku Etika Dalam Bisnis
Etika Bisnis
Skandal Enron telah membuka mata kita, betapa di negara maju seperti AS, dengan sistem kontrol yang berlapis-lapis yang tersusun dari pengalaman bertahun-tahun sebagai pusat kapitalisme dunia, masih dapat kebobolan. Dengan analis keuangan terbaik, lembaga rating yang mempunyai nama besar dan akuntan publik yang paling kredibel, kecurangan itu masih dapat terjadi. Skandal ini kemudian disusul oleh skandal WorldCom, yang munkin pula akan disusul oleh skandal yang lain.
Akhirnya segala sistem, peraturan dan nama besar, muaranya kembali kepada etika sang pelaku. Sistem bisa ditembus, peraturan dapat diakali, dan nama besar dapat di’jual’, jika para pelakunya tidak berpegangan pada etika. Maka di atas semua peraturan dan sistem, etika bisnislah yang menjadi tumpuan agar semua sistem dan peraturan itu dapat berjalan secara ‘wajar’.
Membumikan Etika Bisnis di Perusahaan
Etika pada dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar-salah, baik -buruk. Dalam kerangka konsep etika bisnis terdapat pengertian tentang etika perusahaan, etika kerja dan etika perorangan, yang menyangkut hubungan-hubungan sosial antara perusahaan, karyawan dan lingkungannya. Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dan karyawan sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya (misalnya dengan perusahaan lain atau masyarakat setempat), etika kerja terkait antara perusahaan dengan karyawannya, dan etika perorangan mengatur hubungan antar karyawan.
Perilaku etis yang telah berkembang dalam perusahaan menimbulkan situasi saling percaya antara perusahaan dan stakeholders, yang memungkinkan perusahaan meningkatkan keuntungan jangka panjang. Perilaku etis akan mencegah pelanggan, pegawai dan pemasok bertindak oportunis, serta tumbuhnya saling percaya.
Budaya perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya perilaku, dan sebaliknya dapat pula mendorong terciptanya perilaku yang tidak etis.
Kebijakan perusahaan untuk memberikan perhatian serius pada etika perusahaan akan memberikan citra bahwa manajemen mendukung perilaku etis dalam perusahaan. Kebijakan perusahaan biasanya secara formal didokumentasikan dalam bentuk Kode Etik (Code of Conduct). Di tengah iklim keterbukaan dan globalisasi yang membawa keragaman budaya, code of conduct memiliki peran yang semakin penting, sebagai buffer dalam interaksi intensif beragam ras, pemikiran, pendidikan dan agama.
Sebagai persemaian untuk menumbuhkan perilaku etis, perlu dibentuk iklim etika dalam perusahaan. Iklim etika tercipta, jika dalam suatu perusahaan terdapat kumpulan pengertian tentang perilaku apa yang dianggap benar dan tersedia mekanisme yang memungkinkan permasalahan mengenai etika dapat diatasi.
Terdapat tiga faktor utama yang memungkinkan terciptanya iklim etika dalam perusahaan. Pertama, terciptanya budaya perusahaan secara baik. Kedua, terbangunnya suatu kondisi organisasi berdasarkan saling percaya (trust-based organization). Dan ketiga, terbentuknya manajemen hubungan antar pegawai (employee relationship management).
Iklim etika dalam perusahaan dipengaruhi oleh adanya interaksi beberapa faktor, yaitu faktor kepentingan diri sendiri, keuntungan perusahaan, pelaksanaan efisiensi dan kepentingan kelompok.
Penciptaan iklim etika mutlak diperlukan, meskipun memerlukan waktu, biaya dan ketekunan manajemen. Dalam iklim etika, kepentingan stakeholders terakomodasi secara baik karena dilandasi rasa saling percaya.
Dari Pengetahuan Menjadi Perilaku
Memahami etika perusahaan sebagai ilmu tidaklah sulit, namun menerimanya sebagai suatu nilai dan kemudian mengimplementasikannya dalam pekerjaan sehari-hari merupakan sesuatu yang tidak mudah. Terdapat proses internalisasi dalam diri individu dan kelompok di satu sisi, serta proses teknis maupun administratif di sisi yang lain.
Proses internalisasi, individu maupun kelompok, sangat penting karena mereka akan bertindak baik sebagai obyek (yang akan diatur) maupun sebagai subyek.(yang akan mengatur). Proses internalisasi akan meliputi lima tahap yaitu awareness, understanding, assessment, acceptance dan implementation. Kelima tahap ini harus dilalui secara berurutan, meskipun waktu yang dibutuhkan pada masing-masing tahap selalu sama.
Proses teknis dan administratif meliputi beberapa langkah. Pertama, menyediakan dan menyelenggarakan pelatihan yang ekstensif tentang analisis dan resolusi dilema etika dalam bisnis. Kedua, memasukkan penasihat etika untuk membantu manajemen dalam memastikan pesan etika secara tepat. Ketiga, secara berkala mengkomunikaskan informasi dari manajemen tingkat atas sampai kepada semua karyawan bahwa etika bisnis penting untuk menjamin keputusan bisnis yang baik. Keempat, pentingnya dibentuk komite etika dan/atau dewan pengawas etika yang bertugas meninjau aktivitas organisasi dan menyediakan rekomendasi yang proaktif untuk aktivitas mendatang dan proses pengambilan keputusan. Terakhir, dalam rangka pengendalian, perlu bekerjasama dengan konsultan etika atau auditor untuk melakukan check dan recheck keseluruhan pelaksanaan etika bisnis dalam perusahaan dan melakukan penyempurnaan jika diperlukan.
Penciptaan etika bisnis secara terus menerus perlu dilakukan. Suatu model peningkatan siklus lingkaran dibuat berdasarkan tiga unsur penting yaitu unsur peningkatan diri, pengembangan rencana peningkatan, dan implementasi rencana peningkatan. Dinamika peningkatan ini seharusnya bukan merupakan reaksi atas tekanan sosial tetapi merupakan tindakan proaktif perusahaan.
Membangun iklim etika memang tidak mudah karena memerlukan penciptaan prasyarat-prasyarat khusus seperti budaya, saling percaya dan hubungan karyawan dalam perusahaan. Namun dengan terbangunnya iklim etika maka citra dan reputasi perusahaan akan terangkat bangun dan peluang untuk melakukan kerjasama-kerjasama dengan pihak luar terbuka luas.
SUMBER : Managing Partner The Jakarta Consulting Group
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment